Teruntuk Ummi dan Abi
Terkadang pernah terlintas
dalam benak ku suatu peristiwa yang sudah dijanjikanNya, yakni kematian. Takut.
Sungguh takut jika diri ini dipanggil kehadapanNya tanpa pernah bisa diri ini
suguhkan amalan2 terbaik versi Dia. Namun yang tak bisa dipungkiri adalah takut
kehilangan dua malaikat kehidupan ku. Tanpa mereka, siapalah kita. Bangunan
dakwah ini kokoh karena pondasi yang diwariskan mereka takkan pernah bisa
menggoyahkan bangunan indah dunia akhirat. Ya, pertanyaannya adalah bagaimana
jika Ummi ataupun abi sudah saatnya dipanggil sang penguasa kehidupan tanpa
pernah kita siap untuk kehilangan mereka.
Ketakutan itu pernah aku
ungkapkan pada ummi, yang disana terletak surga. Tapi sungguh, ummi langsung
menenangkan hatiku dan mengatakan “ Nak, saat ummi abi tiada maka sesungguhnya
Allah swt akan selalu ada kapan dan dimanapun kamu berada”
Ini kisah perkembangan kami, aku dan ketiga adikku yang
lain. Tahun 2010, Saat ummi abi memberitahukan bahwa mereka akan pergi haji
pada akhir tahun 2013. Saat kudengar pernyataan itu aku pun terdiam,
membayangkan antara siap dan ragu. Apakah ada yang bisa menjamin setelah
mengantongi gelar haji mereka akan tetap dapat temani hari2 kami.
Maka pada perjalanan menuju tahun 2013, kami pun sudah
ditempa untuk menjadi anak2 yang mandiri. Kenapa ada ketakutan yang begitu
mendalam ? padahal banyak anak2 yang ditinggal orangtuanya mondar- mandir pergi
haji dan mereka stay calm. Orangtua kami berbeda. Mereka bukan manajer
perusahaan, pns ataupun karyawan yang disana ada tunjangan dan kepastian
fasilitasi setelah pensiun. Prangtua kami keduanya wiraswasta. Ini yang membuat
aku dan adikku yang kedua berusaha untuk menyamai langkah mereka walaupun kami
belum bisa melangkahinya.
Awal dialog dengan adik laki2 ku yang kini duduk di bangku
kelas 3 SMA, bicara mengenai kesiapannya tuk hadapi 2013.
“Mas, kata abi kamu mau
usaha toko elektronik ? Gimana tuh ceritanya ? “
Kukira ia akan menutup diri
tentang hal ini. Karena jujur, kedekatan kami sebagai kaka beradik bisa
dibilang tidak akur karena jarak 3 tahun mewajibkan kita berpisah saat di
pesantren. Hanya bertemu sebulan sekali saat ummi abi menjenguk dan membawa
kami makan bersama diluar pesantren. Pun perangai kami yang berbeda menimbulkan
gap yang lumayan kentara saat kami sekolah di satu pesantren yang sama.
Tapi dari dialog itu aku
tahu bahwa sesungguhnya ia tetap jagoan Ummi Abi yang akan memegang kendali
saat mereka meninggalkan kami nanti. Sungguh terpana aku dibuatnya, rancangan2
masa depan yang minimal bisa dibuat untuk persiapan mendatang. Hal ini kusimpan
lekat dalam memoriku bahwa ia tetap pada fitrohnya sebagai lelaki kedua setelah
abi di keluarga kami. Ia anak special yang disiapkan Allah swt untuk
membentengi kami jika memang abi tidak di rumah.
Beberapa hari kemudian aku baru teringat akan dialog yang
terjadi diatas motor setelah kepulangan dari rumah nenek. Kulaporkan kembali
pada ummi kalau kesiapan kami menyongsong 2013 sudah sampai sejauh ini. Kau
tahu kawan ? ummi menangis dibuatnya. Mungkin ummi tidak tega akan meninggalkan
kami berempat dalam waktu yang lumayan lama yakni 40 hari dengan bekal yang apa
adanya.
Ummi, Abi. Kini kami telah dewasa. Walau dahulu saat
kecil kami sering merepotkanmu, tapi sungguh keinginan untuk hidup mandiri kan
coba kami buktikan pada kedua malaikat kehidupan kami.
0 komentar:
Posting Komentar