(tsulasa, 2syawal 1435H)
Menurutmu, apa jawaban dari judul tulisan ini ? pasti Ya.
Bahkan dalam satu hadits tertulis. Jika boleh Aku menyuruhmu
untuk menyembah hambaku, maka Aku akan menyuruh seorang istri untuk menyembah
suaminya. Begitu besar tanggung jawab seorang suami, hingga Allah pun menyuruh
kita –para istri- untuk menyembahnya.
Setahun yang lalu, jika ditanya kriteria suami idaman,
jawabku simple. Aku ingin seseorang yang seperti Umi bisa melengkapi Abi. Mengapa
Umi melengkapi Abi, bukan sebaliknya ? karena aku merasa meiliki watak persis
seperti Abi. Dan aku merasa butuh sosok seperti Umi, yang humble, punya banyak
relasi dan dikenal banyak orang. Terdengar mudah kan ?
Ya, kedengarannya begitu mudah. Aku, yang tidak mematok
usia, kegantengan, besarnya penghasilan atau dari suku mana calon suamiku
berasal. Ya, itu dulu. Sekarang aku sudah diperistri oleh suami yang memenuhi
kriteriaku dahulu. Dia putra daerah, dikenal banyak orang, dia mudah bergaul
dan yang tak kalah penting dia orang yang tega dalam menawar harga barang di
pasar. Hehehe
Tapi sahabat, ditengah perjalanan menjadi pasangan ideal
seperti Abi dan Umi ternyata tak mudah. Pasti, menyatukan dua kepala dalam satu
kapal bernamakan rumah tangga tidak pernah ada yang mengatakan mudah.
Sosok abi tetaplah abi. Seorang Imam dalam rumah tangganya. Dan
aku berperan sebagai istri layaknya perempuan lain yang tetap harus taati
suami, apapun perintahnya. Yang aku lihat dari keseharian abi, jika ia sudah katakan
A, tak ada satupun orang yang dapat merubahnya sekalipun Umi. Jadi aku dan
adik2ku juga harus mentaatinya. Dan aku sama, mungkin karena aku anak pertama
yang punya hak veto lebih banyak dari adik2ku. Aku juga terbiasa untuk selalu
otoriter dengan keputusanku. Tapi kini aku tidak bisa berlaku otoriter seperti
dulu. Aku sudah punya Imam, penunjuk jalan dan aku tahu itu. Kwajibanku untuk
selalu mentaatinya jika memang keputusan suamiku tidak melanggar syariatNya. Dan
memang sampai saat ini dia tidak pernah menyuruhku untuk melakukan hal2 yang
keluar dari jalurNya.
Memang ini terlampau berat sahabat, bagi kita kaum wanita
yang terbiasa otoriter terhadap keputusan yang kita ambil. Tapi kita harus
belajar mentaati. Dengan mentaati, dia pun menhargai keberadaan kita sebagai seorang
istri yang ia pilih sebagai pendamping hidupnya sampai akhir hayat, semoga.
0 komentar:
Posting Komentar