Kamis, 14 Februari 2019

NHW #3. Membangun Peradaban dari dalam Rumah



NICE HOMEWORK #3

*MEMBANGUN PERADABAN DARI DALAM RUMAH*


diatas adalah isi surat cintaku untuk suami. Sebetulnya udah ketebak sih apa reaksi pak suami setelah dikasih surat cinta. Karena aku tipe nya ga bisa mengungkapkan secara langsung. Baik itu berita buruk atau surat cinta macam ini. Aku selalu nulis surat cinta untuk beliau. Dan ketika beliau dikasi surat itu beliau bilang “Cuma begini ? nanti aku bales ya lewat pak pos. Bunda tunggu surat dari ayah. Tapi jangan marah yaa”
Dan seketika ;angsung awkward. Soalnya aku ni aneh, maunya Cuma didengerin keluh kesahnya. Giliran pak suami mengungkapkan keluh kesahnya pasti diakhir aku ngambek. Jadi beliau kadang bingung, kalo suratnya dianggurin nanti istrinya kesel. Kalo suratnya dibales bisa ngamuk. He he
Setelah membuat surat cinta untuk ayah nya anak – anak, tugas selanjutnya adalah mencari potensi kekuatan dari masing – masing anak.
Kakak – Ghina Shafiyyah Ahmad, 4 tahun 5 bulan
Potensi :
-       Memiliki keinginan yang kuat
-       Mau membantu bunda
-       Mau Mengajak adik main 
-       Senang belajar di sekolah
-       Mudah bergaul dengan orang lain
-       Memiliki banyak kawan
-       Disukai teman – teman
-       Suka bercerita tentang keseharian
-       Senang belajar angka bersama bunda, kalo belajar bisa sampe ber jam – jam  dan harus di stop.
-       Mudah diajak negosiasi
-       Pintar berkomunikasi
Adek – Ghazia Hafiza Ahmad, 2 tahun 6 bulan
Potensi :
-       Memiliki keinginan yang kuat
-       Mudah bergaul dengan orang lain
-       Cerewet
-       Jelas saat mengucapkan kata
-       Sehat
-       Aktif berkegiatan
-       Memiliki banyak kawan
-       Mau ikut kakak belajar
-       Disukai banyak orang
Selanjutnya adalah melihat potensi diri aku sendiri. Sejujurnya ini adalah hal yang paling sulit. Karena setelah menikah rasanya yang terlihat hanyalah kekurangan diri. Hikss. Jadi baper kan
Tapi aku harus yakin bahwa Allah swt menciptakan manusia tidak sia – sia. Aku pasti memiliki kelebihan dan kekurangan yang bisa di sinkronkan dengan potensi anak – anak dan potensi suami. Sehingga kami bisa membangun peradaban dari rumah.
Potensi diri :
-       Pintar manajemen uang
-       Ketat dalam penulisan kas ( pengeluaran uang harian-bulanan)
-       Pintar marketing online
-       Lebih banyak diam, tersenyum dan mengamati sekitar
-       Pintar mengambil keputusan dan mempengaruhi suami untuk segera mengambil keputusan dalam keadaan genting

Setelah menuliskan potensi diri yang aku miliki, aku kini harus tahu alasan mengapa Allah menghadirkan aku ditengah keluarga ku tercinta. Sungguh ini sulit. Karena yang aku tahu aku begitu kurang. Potensi diri ini tidak banyak. Tapi pasti Allah punya alasan mengapa aku dijadikan istri dari seorang suami yang sosialita alias suka bersosialisasi padahal aku ini pendiam. Dan mengapa aku menjadi seorang ibu dari anak – anak yang sangat aktif padahal aku ini pemalas. Huft jadi curhat kan
Mengapa Allah menghadirkan ku ditengah keluarga G tercinta ?
-       Aku, sebagai istri yang sangat ketat dalam pencatatan alur keluar masuk uang, sangat lah membantu suami dalam urusan rekam jejak keluar masuknya uang bulanan. Jadi kami tidak bingung itu uang dari mana dan dikeluarkan untuk apa. Apalagi suami sedang memiliki amanah sebagai calon legislatif dprd tangsel, ini sangat dibutuhkan untuk pelaporan dana caleg. Darimana uang itu kami peroleh dan untuk apa uang ini diperuntukkan. Disaat kawan suami sesama caleg bingung menuliskan laporan keuangan, suami tinggal panggil istrinya untuk melaporkan hasil alur kas dana caleg selama sebulan. Alhamdulillah, aku ternyata terpakai juga. He he
-       Aku dan suami juga memiliki usaha rental mobil wilayah bintaro. Dimana kami benar – benar bekerja sama untuk menjalankan usaha ini. Diawal, kami sudah bersepakat untuk membagi tugas. Aku mengurus masalah marketing online, aku mengupayakan untuk mendatangkan customer. Dan suami yang menerima telepon dan mengurus keluar masuknya mobil. Alhamdulillah dari sini kami bisa punya dua mobil tanpa menyicil.
-       Diam menurutku adalah potensi terbaik yang kumiliki saat aku menjadi keluarga besar sosialita. Aku bisa menjadi pendengar yang baik disaat orang lain bercerita. Aku bisa mengamati  dengan baik apa yang terjadi dengan suami dan anak-anakku tanpa harus aku mengomentari mereka terlebih dahulu. Aku dihadirkan ditengah – tengah keluarga yang mudah bergaul. Suami dan anak – anakku jadi jembatan ku untuk mengutarakan keinginanku pada orang lain. Walau terlihat ribet sih, tapi mereka sudah mengerti kalau bunda nya ini pemalu. Aku sangaaat bersyukur memiliki mereka yang punya banyak kawan. Terima kasih sayaang
Selanjutnya adalah Lingkungan dimana keluarga kami tinggal. Kami memiliki dua lingkungan tempat tinggal. Yakni di rumah kami yang letaknya di perumahan atau biasa disebut komplek dan tempat tinggal ibu nya suami yang dijadikan Paud oleh suami, yang letaknya di perkampungan. Keua atmosfer ini jelas berbeda. Keluarga kami sering di ceng-in. Hmm apa yah bahasanya. Sering dikatain lah gitu, orang komplek, orang yang ga bisa bergaul, ga punya banyak teman. Tapi aku tidak menafikan sih, orang disekitar rumah kami memang jarang bergaul, mereka termasuk kami, sibuk sendiri. Pergi pagi pulang malam, paling kami bisa ngobrol Cuma sore hari disaat anak – anak bermain dan sabtu minggu disaat tetangga libur. Selebihnya kami jarang punya momen bersama untuk bertetangga.
Berbeda dengan suasana rumah ibu mertua yang letaknya di perkampungan. Kalau si ini curhat kesini, si anu pasti tau. Saat si anu tau, satu kampung pun jadi tahu. He he. Tantangannya jadi lebih berat. Rumah dempet, tanah tak lagi luas. Apalagi keluarga suami tinggal di lingkungan yang sama. Istilahnya kalau tinggal jauh bau wangi, tinggal dekat bau t*i. Dan ini di iyakan oleh banyak orang. Tantangan untuk saya pribadi adalah menjaga kewarasan dalam berkata – kata. Saat ada orang lain yang perkataannya tidak sesuai dengan pribadi saya, rasanya saya ingin langsung saat itu menolak dan berdiri paling depan untuk berkata yang benar. Tapi suami dengan bijak menenangkan dan mengademkan suasana hati saya.  Dia selalu bilang,” Sabar. Sebelum berkata, coba renungi dulu, sehingga yang keluar adalah perenungan terbaik kamu. Ketika kamu bisa menahan kata-katamu, maka orang lain juga akan menghormatimu”
Kurang lebih gitulah ya. Karena itu memang lingkungan suami dari kecil. Jadi dia lebih tahu harus apa dan bagaimana dalam menyikapi orang – orang sekitar rumahnya. Tinggal sekarang tugas ku adalah bagaimana aku menahan diri agar yang keluar dari lisan ku adalah kebaikan. Tidak asal nyablak, kata orang betawi mah.
Dan tugas ku untuk anak – anak adalah mem-filter kebaikan – kebaikan dari lingkungan disini. Karena si kakak sekolah PAUD yayasan milik kami. Jujur, sebenarnya aku berat menyekolahkan kakak disini. Dia jadi banyak kosakata tidak baik. Tapi setelah pulang sekolah kadang aku evaluasi, bicara dari hati ke hati dengan si kakak. Setelah aku bicara baik – bak dengan kakak, ternyata dia tidak mengerti apa yang tadi dia bicarakan. Dia hanya ikut – ikutan temannya yang bicara begitu. Pelan – pelan aku kasih kakak pengertian bahwa apa yang dia katakan itu adalah tidak baik. Kita sama –sama beristighfar minta ampun sama Allah dan berjanji untuk berkata – kata yang baik. Kalau kakak tidak mengerti, kakak boleh tanya bunda. Alhamdulillah kini kakak bisa menjadi pengingat bagi kawan nya yang berkata tidak baik. “Jangan bicara begitu, Allah gak suka. Bicara yang baik” itu kata kakak. Alhamdulillah
Kalau suami, sifat sosialita nya begitu sangat kentara saat berada di lingkungan ini, sampai terkadang aku cemburu dibuatnya. Dia paling terdepan kalau ada yang sakit, kalau ada tetangga meninggal pasti mengurus hingga akhir, kalau ada acara kami pasti berusaha mencari dana sehingga bisa menyumbang banyak untuk acara kampung. Sampai kadang dia mengalah untuk meminjamkan mobilnya untuk dipakai tetangga yang sakit daripada harus memungut biaya. Ini yang kadang bikin keki. Karena kami punya mobil untuk mencari uang, sebagai sumber penghasilan. Tapi kadang aku harus melapangkan dada demi sikap nya yang satu ini. Katanya ini amal baik kita selama kita tidak kekurangan.
Keluarga kami harus kompak dan berpegang tangan satu sama lain. Suami, sebagai penyalur pembicaraan ku terhadap orang lain, aku sebagai otak dari pembicaraan nya dan anak – anak sebagai penghibur dan penguat cinta kami terhadap lingkungan. Semoga keluarga kami bisa menjadi pioneer kebaikan untuk lingkungan kami. Aamiin


Tangerang Selatan, 14 Februari 2019

0 komentar:

Posting Komentar